Minggu, 11 September 2011

Sabar si Gorky yang Menaklukkan Elbrus

Apa yang anda bayangkan jika mendengar ini. Pertama, seorang lelaki berusia 43 tahun, hanya ditopang kaki kiri.

Kedua, bayangkan sebuah gunung yang diselimuti salju dan es. Ketinggiannya mencapai 5.642 meter. Dalam pengalaman seorang pendaki, menjelajah gunung es adalah puncak karir. Perlu ketahanan fisik luar biasa, tak sekadar di atas rata-rata, untuk mampu mencapai puncaknya.

Nah, fakta kali ini menyatukan dua bayangan anda tadi. Seorang lelaki tunadaksa berkaki satu dari Indonesia baru saja berhasil menggapai puncak Elbrus di Rusia, pada 17 Agustus 2011, yang merupakan gunung tertinggi di Eropa. Yang berkaki lengkap saja belum tentu punya stamina memadai untuk mendaki gunung dengan ketinggian 2000 meter sekalipun. Ini seorang dengan hanya dengan kaki kiri sudah sampai ke salah satu puncak salah satu bagian dari Seven Summit, puncak-puncak tertinggi di seluruh belahan bumi. Dari empat anggota tim merah putih, hanya Sabar dan pendampingnya yang berhasil ke puncak Elbrus.

Siapakah orang ini dan dari manakah mental bajanya berasal? Namanya Sabar. Alih-alih menyerah pada kondisi tubuhnya, Sabar memilih memberi teladan bagi kita bahwa keterbatasan tubuh bukan halangan untuk melakukan hal besar. Tentunya prestasi ini bukan sesuatu yang instan. Sudah sejak tahun 1985 Sabar aktif mendaki gunung-gunung di pulau Jawa. Selain itu dia juga aktif bersepeda dan panjat tebing. Sabar sudah lama menanam benih stamina, mental baja dan fisik yang kuat. Kini dia tinggal menuai prestasi dan menginspirasi kita semua.

Tak heran teman-temannya dari Rusia menyematkan nama Gorky sebagai nama belakang. Gorky berarti pahit, merefleksikan hidupnya yang penuh liku dan pahitnya kehidupan. Kaki kanan sudah sejak tahun 1996 hancur dan harus diamputasi akibat kecelakaan kereta api. Di sisi lain dia harus menanggung hidup istri dan 2 orang anak. Tapi tak ada yang mampu menahan semangatnya untuk menantang salah satu atap dunia. Sabar Gorky, yang membuat hidup pahitnya menjadi manis untuk disajikan buat Bangsa Indonesia.

Senin, 15 Agustus 2011

Mobil Balap Listrik, Kado Kecil untuk Ultah RI

Ada yang beda saat kita hadir di gelaran Hari Teknologi Nasional di Serpong 11 Agustus 2011 lalu. Ada sebuah kendaraan yang bodinya tampak mirip dengan mobil balap kelas formula dari McLaren atau Ferrari. Tapi rupanya bukan. Inilah sebuah kado manis bagi Bangsa Indonesia yang akan merayakan kemerdekaan ke-66. Mobil balap yang dimaksud sebagai kado ini didapat dari Andre Mulyadi, pimpinan Signal Custom Built yang selama ini aktif di bidang modifikasi kendaraan. Kali ini Andre menghasilkan prototipe mobil balap bertenaga listrik.

Ya, benar. Sebuah mobil balap. Kendaraan pacu ini dinamai Signal Kustom Electric Vehicle 1(SKEV-1). Andre tak sendirian menggarap proyek ini. Dia dibantu Auto Vision dan Alpine yang spesialis dalam hal lampu dan sistem audio. Juga ada nama Abdul Hapid dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Mobil balap ini menggunakan baterai yang jika terisi penuh maka mobil dapat melaju pada kecepatan 140 kilometer per jam. Pengisian baterai juga sederhana. Dapat diisi dari listrik rumah tangga dengan voltase 220 selama 4 jam. Dengan charger khusus malah bisa hanya 20 menit.

Mesin mobil awalnya menggunakan Honda Genio tahun 1993. Setelah diotak-atik, tinggal system transmisi Genio yang tersisa. Abdul Hapid mencangkokkan motor listrik bertenaga 60 daya kuda dan baterai ion lithium 96 volt dan kapasitas 200 Amphere. Andre membuat bodi dari serat karbon, logam dan serat kaca. Semua, dari bodi, fender, sasis dan suspense dibuatnya sendiri. Biar tampak garang, empat ban Pirelli terpasang dengan ukuran 295/30 ZR19 di depan dan 355/25 ZR19 di belakang. Sistem rem memakai piston Brembo dari Italia.

Salah satu inovasi dalam karya ini ialah teknologi daur ulang listrik, yaitu Energy Recovery Brake System (ERBS). Maksudnya, tenaga yang keluar saat mobil direm tidak terbuang percuma. Namun didaur ulang untuk mengisi baterai.

Maka dengan hasil ini, patutlah kita membayangkan SKEV-1 ini dapat terus dikembangkan. Bukan tak mungkin lima tahun ke depan pabrikan Indonesia sudah bisa dipakai berlaga di perlombaan internasional. Berpacu bersama pabrikan lain seperti Ferrari atau McClaren. Seperti ucapan Andre kepada tempointeraktif.com, “Kami bangga membuktikan Bangsa Indonesia bisa menghasilkan karya bagus.”